Meninggalkan dakwah itu perkara yg teramat gampang. Kita tinggal sedikit demi sedikit menjauhinya saja.Tidak aktif lagi tanpa pemberitahuan. Tak merespon saat dihubungi.
Tak datang saat diundang. Nah, intinya bersikap cuek sajalah dan sibukkan dirimu dalam aktivitas yang menyenangkan. Dengan cara seperti itu kita masih dikenal sebagai aktivis dakwah, tapi sebenarnya semua itu hanya label. Tapi apa untungnya bersikap seperti itu?
Saya mencoba merenungkan bahwa meninggalkan dakwah itu perkara mudah. Sangat mudah. Tapi ternyata jauh lebih mudah bagi Allah untuk mencari pengganti kita yang jauh lebih baik untuk menggerakkan dakwah ini. Ya, jauh lebih mudah bagi Allah. Tak secuil pun dakwah dirugikan jika seseorang 'pensiun dini' dari dakwah. Dakwah akan terus berjalan, ada atau pun tanpa kita.
Kita terlibat dalam amal kebajikan memang bukan menghimpun banyak materi. Bahkan, boleh jadi, ada banyak yang kita miliki harus dikorbankan. Ya, kita tidak sedang menimbun harta berlimpah. Kita terlibat dalam dakwah karena kita berharap barakah.
Sekiranya kita 'resign' dari amal kebaikan itu, apapun alasannya, ada satu hal yang dikhawatirkan dicabutnya barakah dari hidup kita. Direnggutnya rasa qanaah terhadap harta dari diri kita. Tiba-tiba saja kita menjadi orang yang 'kemaruk' dengan duniawi, sekecil apapun ia. Seakan-akan kita berkebajikan, padahal yang kita lakukan tak lebih dari aktivitas remeh yang disesaki oleh hasrat terhadap uang.
Semakin kita kejar, rasa puas tak pernah terpenuhi.Kebutuhan terasa tak pernah tercukupi. Jika itu yang dirasakan, sesekali kita perlu menelisik, jangan-jangan barakah itu mulai dicerabut dari hidup kita.
Jika itu yang terjadi, berhentilah sejenak. Sadari
bahwa ada kerugian besar yang merenggut diri kita. Akan tetapi jika hal itu luput disadari, sedikit demi sedikit kita mulai menjauh dari amal
kebajikan, menjauh pula dari komunitas kebajikan. Lambat laun, kita menjadi berubah.
Cara kita berpikir, berasa, dan bersikap mulai bergeser.
Mungkin tidak disadari. Kita mulai bermental sebagai penumpang dan tidak lagi
memiliki 'driver mentality.' Setiap nasihat yang disampaikan teras ditelunjukkan kepada diri kita.
Kita merasa disindir dan dipojokkan. Padahal, tidak
untuk maksud itu nasihat diberikan. Lebih karena
telah teramat kering hati kita dari kebaikanlah yang sebabkan nasihat seperti apapun terasa menyindir kita. Jika itu yang terjadi, segeralah
untuk menyadari.
Tak datang saat diundang. Nah, intinya bersikap cuek sajalah dan sibukkan dirimu dalam aktivitas yang menyenangkan. Dengan cara seperti itu kita masih dikenal sebagai aktivis dakwah, tapi sebenarnya semua itu hanya label. Tapi apa untungnya bersikap seperti itu?
Saya mencoba merenungkan bahwa meninggalkan dakwah itu perkara mudah. Sangat mudah. Tapi ternyata jauh lebih mudah bagi Allah untuk mencari pengganti kita yang jauh lebih baik untuk menggerakkan dakwah ini. Ya, jauh lebih mudah bagi Allah. Tak secuil pun dakwah dirugikan jika seseorang 'pensiun dini' dari dakwah. Dakwah akan terus berjalan, ada atau pun tanpa kita.
Kita terlibat dalam amal kebajikan memang bukan menghimpun banyak materi. Bahkan, boleh jadi, ada banyak yang kita miliki harus dikorbankan. Ya, kita tidak sedang menimbun harta berlimpah. Kita terlibat dalam dakwah karena kita berharap barakah.
Sekiranya kita 'resign' dari amal kebaikan itu, apapun alasannya, ada satu hal yang dikhawatirkan dicabutnya barakah dari hidup kita. Direnggutnya rasa qanaah terhadap harta dari diri kita. Tiba-tiba saja kita menjadi orang yang 'kemaruk' dengan duniawi, sekecil apapun ia. Seakan-akan kita berkebajikan, padahal yang kita lakukan tak lebih dari aktivitas remeh yang disesaki oleh hasrat terhadap uang.
Semakin kita kejar, rasa puas tak pernah terpenuhi.Kebutuhan terasa tak pernah tercukupi. Jika itu yang dirasakan, sesekali kita perlu menelisik, jangan-jangan barakah itu mulai dicerabut dari hidup kita.
Jika itu yang terjadi, berhentilah sejenak. Sadari
bahwa ada kerugian besar yang merenggut diri kita. Akan tetapi jika hal itu luput disadari, sedikit demi sedikit kita mulai menjauh dari amal
kebajikan, menjauh pula dari komunitas kebajikan. Lambat laun, kita menjadi berubah.
Cara kita berpikir, berasa, dan bersikap mulai bergeser.
Mungkin tidak disadari. Kita mulai bermental sebagai penumpang dan tidak lagi
memiliki 'driver mentality.' Setiap nasihat yang disampaikan teras ditelunjukkan kepada diri kita.
Kita merasa disindir dan dipojokkan. Padahal, tidak
untuk maksud itu nasihat diberikan. Lebih karena
telah teramat kering hati kita dari kebaikanlah yang sebabkan nasihat seperti apapun terasa menyindir kita. Jika itu yang terjadi, segeralah
untuk menyadari.
0 komentar:
Posting Komentar